REAKSI KIMIA CINTA
Jatuh cinta itu adalah perasaan yang nggak
ada duanya. Ketika seseorang jatuh cinta, kayaknya perasaan itu bakal ada
selamanya. Si dia jadi pusat kehidupan kita. Akal dan logika dilupain dulu,
atas nama cinta.
Ketika kita jatuh cinta,
kemungkinan tuh kita tergila-gila atau gandrung sama si dia. Rasa gandrung
terjadi ketika kita mulai kagum sama seseorang. Perasaan ini biasanya dikaitkan
dengan istilah “eros”, yaitu cinta yang sifatnya romantis atau fisik.
Ketika kamu mulai “jatuh cinta”,
kamu sebenarnya sedang mulai merasa gandrung sama si dia. Pada waktu ini, kamu
merasa kalau kamu bisa melakukan apa aja buat si tambatan hati. Kamu pengen,
dan bahkan percaya bahwa perasaan ini akan ada selamanya.
Perasaan “melayang” yang datang bersama rasa gandrung ini bisa dijelaskan
dengan zat-zat kimia yang dikeluarkan oleh otak kita. Memang sih, kedengarannya
nggak romantis banget, tapi otak kamu itu adalah tempat bercokolnya semua
perasaan dan emosimu. Otak kamulah yang mengirimkan sinyal ke tubuhmu, dan
membuatmu merasakan semangat dan pahit manisnya “jatuh cinta”.
Katanya,
berdasarkan penelitian, ada sebuah senyawa yang diinisiasi dalam tubuh manusia
saat seseorang itu jatuh cinta. senyawa ini bisa menjadi salah satu faktor
dalam keharmonisan rumah tangga dan kebahagiaan hidup. salah satu senyawanya
adalah phenilethylamine. senyawa yang lain adalah “hormon-hormon kebahagiaan”
yang bertanggung jawab atas segala kejungkirbalikan manusia ketika falling in
love yaitu :
* Pheromones : bikin naksir seseorang, bikin ngelamunn.. dan membayangkan
dia terus
* Oxytocin : bikin kangennn, pengen liat orangnya bentar ajah—liat doang
beberapa detik
* Vasopressin : bikin setia, “you know you are the only one..”
* Norepinephrine : bikin semangat, hepi, ceria, bahagia, pengen senyum
terus, jadi makin canti/tampan
Zat-zat kimia menjelaskan kelakuan kita begitu kita mulai jatuh cinta. Zat-zat
kimia ini berjalan ke bagian-bagian dari otak yang mengatur emosi dan memori
kita:
* Dopamine Bilang Aku Tergila-gila Sama Kamu
Pada beberapa bulan pertama ketika kamu naksir seseorang, ada bagian otak kamu
yang mengeluarkan zat ini. Biarpun jumlah zat ini cuma sedikit, itu aja sudah
cukup untuk memberikan rasa melayang yang kamu rasakan waktu kamu sedang jatuh
cinta.
* Serotonin bilang Aku Terobsesi Sama Kamu
Kurangnya zat ini di otak kamulah yang jadi sebab kenapa kamu merasa terobsesi
sama si dia yang lagi kamu taksir. Kadar serotonin yang rendah bisa bikin kamu
jadi sering mikirin si dia. Curi-curi pandang dan menyimpan foto dia di dompet
kamu juga jadi kegiatan sehari-hari. Ngga perlu buru-buru periksa ke psikiater.
Yang terjadi sama kamu itu normal kok. Kamu cuma sedang mematuhi perintah dari
serotonin kamu yang jumlahnya lagi turun. Ketika kamu bilang sama dia bahwa
kamu nggak bisa berhenti mikirin dia, sebenarnya itu serotonin kamu yang lagi
rendah itu yang bicara.
* Oxytocin bilang Aku Mau Terus Sama-sama Kamu
Kalau akhirnya kamu berpacaran dan dengan
bertambahnya sayang kamu, kamu mulai berpikir kalau kamu nggak bisa hidup tanpa
dia. Kamu mulai merasa terikat dengannya. Kemanapun dia pergi, kamu ada di
sampingnya. Di sinilah oxytocin mulai berperan. Zat ini dikeluarkan oleh otak
ketika rasa gandrung dan gairah karena jatuh cinta mulai berkurang dan hubungan
yang lebih serius mulai terbentuk.
Tanda-tanda bahwa kamu gandrung sama si dia:
* Kamu tambah sering memikirkan si dia. Rasanya wajahnya nggak bisa hilang dari
pikiran kamu.
* Kamu ngga bisa tidur nyenyak. Si dia yang terakhir ada di pikiran kamu
sebelum pergi tidur, dia lagi yang langsung kepikiran begitu kamu membuka
matamu di pagi hari.
* Kamu tiba-tiba ngga pengen makan. Bahkan makanan kesukaanmu jadi terasa
hambar.
* Kamu selalu senang ketemu si dia. Kamu ngerasa senang dan bersemangat cuma
dengan mikirin akan ketemu dia.
* Kamu mulai ngikutin dia, nyatet jadwal pelajarannya dan mencari nomor
teleponnya … diam-diam, tentunya.
* Tiba-tiba kamu jadi hapal puisi dan lagu-lagu cinta. Kamu juga mulai suka
banget sama film-film romantis, padahal seumur-umur cuma pernah nonton film
sci-fi.
Oke, kembali ke phenilethylamine—berdasarkan sebuah
penelitian juga, ternyata hormon ini hanya bertahan efektif 2-3 tahun sejak
jatuh cinta. Padahal berkat hormone inilah seorang manusia bisa kesengsem,
deg-degan, bahagia, dan beberapa gejala lain yang menimpa seseorang yang
falling in love.
Boleh saja tidak percaya tentang faktor
hormonal dalam cinta namun ada hipotesa yang berpendapat bahwa keadaan
“emosian” (emosi yang berlebihan) misalnya pada seorang wanita menstruasi
seringkali disebabkan oleh faktor hormonal, maka keadaan emosional seperti
keaadan jatuh cinta—berikut gejala-gejalanya pun bisa jadi disebabkan oleh
hormon tertentu. Artinya kalau hipotesa ini benar, maka cinta itu bukan sesuatu
yang abadi! Oh Noooooo!!!!! *teriak histerisss
Memang saya tidak terlalu percaya pada
hipotesa itu, kemungkinan besar hipotesa tersebut hanya berlaku pada hewan atau
pada uji reaksi kimia in vitro. Artinya, dengan mempelajari hormon-hormon
tersebut, kita bisa memprediksikan usia dan mekanisme jatuh cinta pada hewan
atau pada reaksi kimia in vitro (di luar tubuh manusia) saja. Sedangkan dalam
ilmu farmakologi, “dogma” yang diajarkan profesor Andre adalah : tubuh
manusia itu bukan tabung reaksi, responnya terhadap obat bisa jadi berbeda
dengan reaksi dalam tabung reaksi. Itu masalah obat, apalagi dalam kehidupan,
cinta lagi! Adalah pasti banyak sekali faktor yang terlibat dalam
kejatuhcintaan seseorang, bukan hanya semikroliter hormon.
Maaf berbelit-belit, hehe, jadi begini.
Ketika kita jatuh cinta, maka phenilethylamine akan terinisiasi sehingga
menimbulkan efek-efek “syalala bertaburan bunga-bunga”—inget film Laskar
Pelangi; dan senyawa kimia tersebut jika dieksploitasi terus menerus akan
menipis, dan semakin “kebal” dengan pemicu-pemicunya, begitu selama hampir 4 tahun.
Konon, setelah seseorang menikah hormon ini akan bertahan 4 tahun setelah
pernikahan, dan ketika keluarga itu masih harmonis, meskipun phenilethylamine
menipis, hal itu lebih disebabkan karena kehadiran seorang anak. Mungkin inilah
salah satu bentuk faktor cinta yang lain, yang saya maksud.
Kalau orang sedang jatuh cinta, tentu saja
tak ingin percaya dengan hipotesa phenilethylamine tersebut—artinya percaya
bahwa cinta hanya bertahan 4 tahun. Males banget dong! Mencintai seorang
pangeran cuma 4 tahun??!!. Begitupun aku, lebih percaya pada hipotesa lain
yaitu: cinta itu mengikuti hukum termodinamika pertama.*Gini-gini kan aku juga
mahasiswa ITeBeh, hihi sok-sok’an. Intinya itu hukum yang menyebutkan bahwa
energi itu kekal, tidak hilang namun hanya berubah ke bentuk lain. Nah Cinta
itu adalah Energi, maka sesungguhnya cinta itu tidak akan hilang karena kadar
phenilethylamine yang menurun, tapi akan berubah ke bentuk cinta lain dengan
adanya faktor lain. Sehingga cinta tetaplah cinta, tapi hanya bentuknya yang
berbeda. Energi banget kan?
Kejatuhcintaan sebelum pernikahan adalah mempersiapkan diri menuju pernikahan
yang berkah, dan kejatuhcintaan setelah pernikahan selanjutnya adalah
mencintainya dengan sesungguhnya.
Hipotesa inilah yang-menurutku , mendukung keharmonisan keluarga yang bahagia
selama-lamanya.
No comments:
Post a Comment